Saturday, July 13, 2013

CINTA PADA ALLAH SWT


بسم الله الرحمن الرحيم
         
Keutamaan Cinta Kepada Allah 

Subhanahu wa Ta’ala dan Cinta Karena-Nya

عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه عَنِ النَّبِىِّ صلّى عليه وسلّم قَالَ: « ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ – بَعْدَ إِذْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ – كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ » متفق عليه


Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : 

“Ada tiga sifat, barangsiapa yang memilikinya maka dia akan merasakan manisnya iman (kesempurnaan iman): menjadikan Allah dan rasul-Nya lebih dicintai daripada (siapapun) selain keduanya, mencintai orang lain semata-mata karena Allah, dan merasa benci (enggan) untuk kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan oleh Allah sebagaimana enggan untuk dilemparkan ke dalam api.

Hadits yang agung ini merupakan salah satu landasan utama agama Islam dan menunjukkan keutamaan besar bagi orang yang memiliki sifat-sifat ini, karena dia akan merasakan kemanisan iman, yang merupakan tanda kesempurnaan imannya, Dalam hadits shahih lainnya.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

 “Barangsiapa yang mencintai kerena Allah, membenci karena-Nya, memberi karena-Nya dan menahan karena-Nya maka sungguh dia telah menyempurnakan imannya (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala).

Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:- Arti “manisnya iman” adalah merasakan kenikmatan (ketika melaksanakan) ketaatan (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala), tabah menghadapi segala kesulitan dalam agama dan lebih mengutamakan semua itu di atas semua perhiasan dunia. 

Cinta kepada Allah lebih dari segala sesuatu yang ada di dunia ini merupakan ciri utama orang-orang yang sempurna imannya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : 

  {وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّه}

Artinya : “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya seperti mencintai Allah. Sedangkan orang-orang yang beriman sangat besar kecintaan mereka kepada Allah” (QS al-Baqarah: 165).

Sebab yang paling utama untuk bisa meraih kecintaaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah dengan ma’rifatullah (mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala) dengan benar, melalui pemahaman yang benar terhadap nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits yang shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Imam Ibnul Qayyim berkata: “Barangsiapa yang mengenal Allah dengan nama-nama-Nya (yang maha indah), sifat-sifat-Nya (yang maha sempurna) dan perbuatan-perbuatan-Nya (yang maha terpuji) maka dia pasti akan mencintai-Nya

Cinta kepada manusia karena Allah adalah buah dari cinta kepada-Nya, sehingga barangsiapa yang mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan benar maka dia akan mencintai segala sesuatu yang dicintai-Nya, baik itu manusia, tempat, waktu maupun amal perbuatan yang mendekatkan diri kepada-Nya. Sebagimana dalam doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “(Ya Allah) aku memohon kepada-Mu kecintaan kepada-Mu, kecintaan kepada orang-orang yang mencintai-Mu dan mencintai (semua) amal perbuatan yang mendekatkan diriku kepada kecintaan kepada-mu.

Sifat yang mulia inilah dimiliki oleh para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, generasi terbaik umat ini, yang semua itu mereka capai dengan taufik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian karena ketekunan dan semangat mereka dalam menjalankan ibadah dan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana dalam firman-Nya:

{وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْأِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ}

Artinya : “Tetapi Allah menjadikan kamu sekalian (wahai para sahabat) cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan perbuatan maksiat. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus” (QS al-Hujuraat:7).

Juga yang disebutkan dalam hadits shahih: “Memang demikian (keadaan) iman ketika kemanisan/kelezatan iman itu telah masuk dan menyatu ke dalam hati manusia (para sahabat radhiallahu ‘anhu)”

 وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين



TANDA TANDA JATUH CINTA PADA ALLAH SWT
Apakah perasaan anda bila mengetahui cinta anda terbalas? Terlebih-lebih lagi yang membalas cinta anda adalah Raja kepada sekalian raja di alam ini, Penguasa kepada kerajaan langit dan bumi dan Kekasih yang abadi dan tidak pernah berbohong dalam cintaNya! Pastinya cinta-Nya kepada kekasihNya lebih anggun daripada segala cinta manusia seperti Romeo dan Juliet,  Uda dan Dara. 

Bagaimana nak tahu anda sedang dicintai-Nya?

1. Suka untuk bertemu yang dikasihi secara terbuka dan terang-terangan di darul salam(Jannah/ Syurga). Tidak tergambar oleh kita bagaimana hati mengasihi seseorang melainkan suka untuk melihat dan berjumpa dengan yang dikasihi. Apabila diketahui bahawa untuk bertemu itu tidak mungkin tercapai melainkan dengan meninggalkan dunia dan mati, maka sepatutnya ia suka untuk mati yang pastinya sudah tidak boleh dielakkannya itu. Seorang pengasih tidak merasa penat untuk bermusafir dari tanahairnya menuju kediaman kekasihnya agar dapat menatapi wajah kekasihnya. Mati itu adalah kunci pertemuan dan pintu masuk kepada penyaksian..

Rasulullah s.a.w bersabda: 

ertinya: Sesiapa yang suka bertemu Allah, maka Allah suka bertemu dengannya”.

2. Antara tandanya juga adalah dia mendahulukan apa yang dikasihi Allah berbanding apa yang dia kasihi secara zahir mahupun batin. Ia beriltizam dengan kesusahan amal, menjauhkan diri dari menuruti kehendak nafsu, meninggalkan sifat malas, terus menerus mentaati Allah dan bertaqarrub kepada Allah dengan amalan-amalan sunat. Sentiasa menuntut kelebihan darjat di sisi Allah sepertimana seseorang menuntut kedekatan hati dengan kekasihnya. Kadangkala Allah menyifatkan mereka yang berkasih sayang ini dengan sifat ithar. 

Firman Allah SWT, 

ertinya: ”Mereka mengasihi orang yang berhijrah kepada mereka, di dalam dada mereka tidak ada apa-apa keperluan dari apa yang mereka berikan. Mereka mengutama (yang lain) berbanding dirinya sekalipun merekapun mempunyai keperluan tersendiri”.

3. Tenggelam dalam zikirullah. Lidahnya dan hatinya sentiasa mengingati Allah. Orang yang menyukai sesuatu tentu sekali akan banyak mengingatinya. Oleh kerana itu antara tanda-tanda kasihkan Allah, suka mengingatinya (zikir), sukakan al-Quran kalamullah, sukakan Rasulullah s.a.w serta suka apa-apa yang disandarkan kepada Rasulullah.

4. Kegembiraannya dengan berkhalwat dengan Allah, munajatnya kepada Allah, sentiasa mentilawahkan kitab Allah. Dia juga sentiasa melakukan tahajjud, menggunakan ketenangan dan keheningan malam untuk menghapus segala rintangan yang ada. Darjat cinta terendah adalah merasai kenikmatan berada bersama yang dikasihi dan mampu bermunajat kepada-Nya. Maka sesiapa yang tidur dan berbual-bual itu lebih seronok lebin baik kepadanya berbanding munajat kepada Allah, maka bagaimanakah nasib kasih sayangnya ??

5. Tidak bersedih diatas kehilangan apa-apa selain Allah. Lebih sedih dan pedih hatinya apabila berlalu setiap saat tanpa zikrullah dan tanpa mentaatinya. Selalu menghitung diri di atas kealpaan dengan mohon simpati, hisab diri dan juga taubat.

6. Merasa nikmat dengan melakukan ketaatan dan tidak merasa keberatan atau kepenatan. Kata al-Junaid: 

“Tanda orang yang mengasihi adalah berterusan dalam amal. Dengan syahwat fizikalnya lemah namun dengan hati dia tidak akan lemah”.

7. Merahmati dan mengasihi seluruh hamba Allah. Tegas terhadap seluruh musuh Allah dan sesiapa yang mengundang kebencian Allah. 

Firman Allah SWT:

Artinya: “Orang-orang tegas terhadap kuffar dan saling merahmati di antara mereka”. 
Tidak menjejaskan mereka sebarang celaan manusia dan tidak ada sesuatu yang boleh mengalih mereka kepada kemurkaan Allah.

8. Kasihnya itu disertai takut dibawah kehebatan dan kebesaran Allah. Ada yang menyangka takut itu bertentangan dengan kasih. Sebenarnya itu tidak betul. Malah memahami kebesaran itu akan melahirkan perasaan hebat sebagaimana menyelami keindahan melahirkan rasa cinta. Khusus bagi orang yang bercinta itu ada beberapa ketakutan pada maqam cinta. Pertamanya: Takutkan beralih cinta. Lebih dahsyat dari itu takut terhijab cinta. Lebih dahsyat dari itu lagi adalah takut menjauh diri. Makna-makna ini digambarkan oleh Allah di dalam surah Hud yang telah disifatkan oleh Rasulullah sebagai telah memutihkan kepala baginda s.a.w ertinya:

“Hud telah memutihkan kepalaku”. Ungkapan ini disebut oleh Rasulullah s.a.w ketika mendengar potongan ayat . 

Ertinya: "Alangkah jauhnya kaum Thamud” “Alangkah jauhnya ahli Madyan sebagaimana jauhnya kaum thamud”.

Pemerhatian terbesar pada alamat-alamat dan sebab-sebab ini ialah kebanyakannya itu adalah perbuatan-perbuatan dalam komunikasi kemanusiaan, berkait dengan masyarakat, manusia pada kehidupan dan akhlak mereka.

Saudaraku, adakah anda ingin menggapai cinta Allah? Beriltizamlah dengan amalan-amalan fardhu dan tambahkanlah dengan bekalan-bekalan sunat. Ikutilah jejak langkah Nabi s.a.w. jadilah orang yang bermanafaat untuk orang lain. Sertai mereka di dalam kehidupan mereka. Ziarahi mereka. Belanjakan untuk mereka. Berikan khidmat untuk mereka. Isikanlah hajat dan keperluan mereka. Masukkanlah kegembiraan dalam hati mereka. Lakukanlah semua ini, nescaya Allah akan memanggil Jibril untuk memberitahu bahawa Dia mengasihi dirimu.

Kadang-kadang tertanya-tanya, kenapa kita tak boleh melebihkan cinta kepada Sang Pencipta yang menciptakan makhluk yang kita cinta? Bukankah Dia Yang Maha Sempurna?
Namun kita ini masih buta untuk mengenal cinta Al-Khaliq, Rabbul 'Izzah [semakin lama semakin hina atau semakin muliakah kita?] Sesekali memohon ribuan keampunan-Mu, Kadang-kadang menagih dan mendamba kasih-Mu, Tempangnya diri untuk menggamit cinta Rabiatul Adawiyah.

Ya Allah ampunkan dosa-dosa kami dunia akhirat, serta letakkanlah kami dalam golongan yang sedikit, iaitu golongan hamba-hambaMu yang bersyukur. Amin.

Wasallam.

 

TIGA AMALAN MUSLIM SEJATI


Saudaraku, setiap waktu merupakan ladang pahala bagi setiap muslim… Oleh sebab itu, janganlah kau lewatkan setiap jengkal waktu yang engkau lalui dengan kesia-siaan dan merugikan diri sendiri.

Berikut ini, akan kami sebutkan tiga buah amalan yang agung di sisi Allah, amalan yang dicintai-Nya, amalan yang akan mendekatkan dirimu kepada-Nya, amalan yang akan menentramkan hatimu dimanapun kau berada, amalan yang akan menjadi tabunganmu menyambut hari esok setelah ditiupnya sangkakala dan hancurnya dunia beserta segenap isinya…

Semoga Allah mengumpulkan kita bersama para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang salih di dalam surga-Nya…, Allahumma amin.

1. Perbanyaklah berdzikir kepada-Nya

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Ingatlah kalian kepada-Ku niscaya Aku pun akan mengingat kalian.” (QS. al-Baqarah: 152). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya…” (QS. al-Ahzab: 41). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah.” (QS. al-Munafiqun: 9). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah suatu kaum berkumpul seraya mengingat Allah, melainkan pasti malaikat akan menaungi mereka, rahmat meliputi mereka, ketentraman turun kepada mereka, dan Allah akan menyebut-nyebut nama mereka di hadapan malaikat yang di sisi-Nya.” (HR. Muslim)

2. Tetaplah berdoa kepada-Nya

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Rabb kalian berfirman; Berdoalah kepada-Ku niscaya Aku kabulkan. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri sehingga tidak mau beribadah (berdoa) kepada-Ku pasti akan masuk neraka dalam keadaan hina.” (QS. Ghafir: 60). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tiada suatu urusan yang lebih mulia bagi Allah daripada doa.” (HR. al-Hakim). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang tidak berdoa kepada Allah subhanah, maka Allah murka kepada dirinya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Rabb kita tabaraka wa ta’ala setiap malam yaitu pada sepertiga malam terakhir turun ke langit terendah dan berfirman, ‘Siapakah yang mau berdoa kepada-Ku niscaya Aku kabulkan, siapakah yang mau meminta kepada-Ku niscaya Aku beri, siapa yang mau meminta ampunan kepada-Ku niscaya Aku ampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Mohon ampunlah kepada-Nya

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah Allah akan menyiksa mereka sementara kamu berada di tengah-tengah mereka, dan tidaklah Allah akan menyiksa mereka sedangkan mereka selalu beristighfar/meminta ampunan.” (QS. al-Anfal: 33). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya aku setiap hari meminta ampunan dan bertaubat kepada Allah lebih dari tujuh puluh kali.” (HR. Bukhari).

Saudaraku,… perjalanan waktu menggiring kita semakin mendekati kematian… Oleh sebab itu marilah kita isi umur kita dengan dzikir, doa, dan taubat kepada-Nya. Mudah-mudahan kita termasuk golongan yang dicintai-Nya, diampuni oleh-Nya, dan mendapatkan rahmat dari-Nya…

Sumber:
   Kitab adz-Dzikr wa ad-Du’a karya Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr

ENERGI RUHANI MUSLIM SEJATI

Saudaraku, tak ada iman tanpa ujian. Kalimat itulah yang mesti dipegang seorang mukmin dalam mengarungi hidup. Susah senang adalah di antara ruang-ruang kehidupan di mana seorang mukmin diuji keimanannya. Ada yang lulus. Ada juga yang mesti mengulang.

Mereka yang berguguran dalam perjuangan Islam adalah di antara yang mesti mengulang. Waktu memberikan mereka peluang untuk bangkit di lain kesempatan.

Rasulullah saw. bersabda, “Allah menguji hamba-Nya dengan menimpakan musibah sebagaimana seorang menguji kemurnian emas dengan api (pembakaran). Ada yang keluar emas murni. Itulah yang dilindungi Allah dari keragu-raguan. Ada juga yang kurang dari itu (mutunya) dan itulah yang selalu ragu. Ada yang keluar seperti emas hitam dan itu yang memang ditimpa fitnah (musibah).” (HR. Athabrani)

Ujian perjalanan keimanan seseorang tidak selalu pada hal besar. Bisa jadi terselip dalam kehidupan sehari-hari. Ada ujian tubuh yang rentan sakit. Ada rezeki yang muncul dalam tetesan kecil. Kadang ada, tapi kebanyakan tidak ada. Hidup menjadi sangat susah.

Inilah ujian sehari-hari yang bisa menentukan seperti apa mutu seorang mukmin. Kalau hasil ujian menunjuk titik sabar, rezeki yang sedikit menjadi berkah. Sedikit, tapi punya mutu istimewa.

Seperti itulah yang pernah diungkapkan Rasulullah saw. pada beberapa sahabat. “Sesungguhnya Allah Azza Wajalla menguji hambanya dengan rezeki yang diberikan Allah kepadanya. Kalau dia ridha dengan bagian yang diterimanya, maka Allah akan memberkahinya dan meluaskan pemberian-Nya. Kalau dia tidak ridha dengan pemberian-Nya, maka Allah tidak akan memberinya berkah.” (HR. Ahmad)

Ujian seperti itu memang terkesan sederhana. Mudah. Tapi, akan beda pada dunia nyata. Rezeki yang terasa kurang akan berdampak pada sisi lain: gizi keluarga, pendidikan anak, mobilitas gerak, dana dakwah, dan sebagainya. Belum lagi soal status sosial di tengah masyarakat. Sulit mengajak orang kembali pada Islam kalau status sosial si pengajak kurang dianggap.

Ujian rezeki yang terkesan sederhana, ternyata memang berat. Kalau saja bukan karena kasih sayang Allah swt., seorang mukmin hanya akan berputar-putar pada masalah diri dan keluarganya. Kapan ia akan berjuang. Bagaimana ia berdaya mengangkat beban umat yang begitu berat: masalah kebodohan, perpecahan, bahkan kemiskinan umat.

Jika merujuk pada pengalaman Rasul dan para sahabat, kenyataan hidup memang tidak begitu beda. Sedikit di antara hamba-hamba Allah di masa itu yang kaya. Termasuk Rasul sendiri. Beliau dikenal yatim yang berbisnis pada usaha pamannya, Abu Thalib. Begitu pun para sahabat yang sebagian besar berstatus budak dan buruh. Apa yang bisa dilakukan pada kelompok seperti itu.

Itulah yang pernah dialami Nabi Nuh dan para aktivis di sekitarnya. Mereka dianggap hina karena status sosial yang rendah. Allah swt. menggambarkan keadaan itu dalam surah Hud ayat 27. “Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya, ‘Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikutimu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja. Dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apa pun atas kami. Bahkan, kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta.”

Namun, sejarah memberikan pelajaran berharga. Para pejuang teladan yang dianggap punya status sosial rendah itu mampu memberikan bukti. Bahwa, kekayaan bukan penentu sukses-tidaknya sebuah perjuangan. Ada hal lain yang jauh lebih penting sebagai energi utama. Energi utama itu tersimpan dalam kekuatan ruhiyah yang tinggi.

Rasulullah saw. mengungkapkan itu dalam sebuah sabdanya. “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada seorang mukmin yang lemah dalam segala kebaikan. Peliharalah apa-apa yang menguntungkan kamu dan mohonlan pertolongan Allah. Jangan lemah semangat (putus asa). Jika ditimpa suatu musibah janganlah berkata, ‘Oh andaikata aku tadinya melakukan itu tentu berakibat begini dan begitu.’ Tetapi, katakanlah, ‘Ini takdir Allah dan apa yang dikehendaki Allah pasti dikerjakan-Nya.” Ketahuilah, sesungguhnya ucapan ‘andaikan’ dan ‘jikalau’ hanya membuka peluang bagi karya setan.” (HR. Muslim)

Kenyataannya, energi yang dimiliki para pejuang Islam dari masa ke masa ada dalam ruhani mereka. Mereka begitu dekat dengan Yang Maha Kuat, Allah swt. Siang mereka seperti pendekar yang menggempur musuh dengan gagah berani. Tapi malam, mereka kerap menangis dalam hamparan sajadah karena hanyut dalam zikrullah. Hati mereka begitu terpaut dalam kasih sayang Allah swt.

Suatu kali Rasulullah saw. meminta Ibnu Mas’ud membaca Alquran. Ibnu Mas’ud agak kaget. “Bagaimana mungkin saya membacakan pada Anda Alquran, padahal ia datang melalui Anda?” Rasulullah saw. pun meminta Ibnu Mas’ud untuk membaca. Dan sahabat Rasul itu pun membaca surah An-Nisa.

Satu demi satu ayat dalam surah An-Nisa itu dibaca Ibnu Mas’ud. Hingga pada ayat ke-41. Rasul pun menangis. Tangisnya begitu jelas, hingga Ibnu Mas’ud menghentikan bacaannya. Ayat ke-41 itu berbunyi, “Maka bagaimanakah apabila Kami mendatangkan seorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).”

Itulah energi yang begitu kuat. Sebuah kekuatan yang bisa memupus keraguan, kemalasan, dan rasa takut. Sebuah kekuatan yang bisa mengecilkan bentuk ujian hidup apa pun. Termasuk, ujian kemiskinan.

BERITA TERBARU

Ini adalah kepala halaman Anda. Example HTML page Ini adalah isi halaman Anda.